Assessment Bukan Ujian
Ketika sertifikat kompetensi diperkenalkan kepada industry travel agent, ada kata baru juga yang dimunculkan, yaitu uji kompetensi. Dimana untuk mendapatkan sertifikat kompetensi, melalui proses uji kompetensi. Yang terfikir oleh banyak orang adalah ujian, berarti harus belajar lagi, harus buka-buka catatan lagi. Belum lagi kalau sampai tidak lulus, bagaimana menanggung malunya, dan bagaimana mempertanggung jawabkan kepada management perusahaan, dsb.
Ternyata, Uji kompetensi yang dimaksud bukanlah seperti ujian yang dibayangkan. Karena kata uji komepetensi yang dimaksud sebenarnya adalah “Assessment” . Dimana kata assessment ini belum ada kata pengganti yang artinya mudah dicerna sesuai dengan maksud sebenarnya. Assessment adalah suatu proses untuk mengetahui kemampuan seseorang, terhadap suatu kompetensi, berdasarkan bukti-bukti.
Assessment Adalah Penulusuran Bukti
Kata assessment, belakangan ini sudah semakin banyak dipergunakan. Pada dasarnya, assessment itu adalah suatu proses penulusuran bukti. Metode assessment, seperti juga yang bakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dapat menggunakan beberapa metode. Untuk membuktikan bahwa seseorang adalah kompeten pada profesi yang di assess, tidak harus selalu menggunakan metode yang sama, namun tergantung kepada kondisi kemampuan dan psychologisi dari “Asesi” atau orang yang akan di assess tersebut. Metode penulusuran bukti yang dimaksud, dapat melalui, forto folio, observasi , wawancara, hasil kerja, dan juga melalui testing. Sehingga si asesi tidak harus bersusah payah untuk mengerahkan seluruh kemampuan fikirannya, hanya untuk membuktikan yang bersangkutan kompeten.
Pembuktian Kompetensi Mengacu Kepada KUK
Assessment adalah menelusuri bukti kompetensi suatu profesi, dan yang menjadi acuan pembuktiannya adalah Kriteria Unjuk Kerja (KUK) yang terdapat dalam unit-unit Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Maksudnya adalah apakah seseorang telah dapat memahami dan mampu mengerjakan pekerjaan seperti yang tertera dalam KUK tersebut. Pertanyaan selanjutnya, ada berapa banyak KUK yang perlu dibuktikan untuk mendapatkan setifikat kompetensi. Jumlah KUK yang harus dibuktikan, tergantung kepada profesi dan klasifikasi jabatan yang diambilnya. Setiap jabatan profesi memiliki skema sertifikasi yang berbeda, khususnya dalam hal jumlah maupun kandungan unit-unitnya. Semakin banyak unit-unitnya semakin banyak pula KUK yang harus dibuktikan.
Berapa Lama Waktu Yang Diperlukan Mengikuti Assessment ?
Semakin banyak KUK yang harus dibuktikan, teorinya semakin lama waktu yang diperlukan untuk pembuktiannya. Namun di LSP-ATDA tidak demikian, karena para assessor-nya sudah dipersiapkan dengan Materi Uji Kompetensi (MUK) yang sistimatis dan praktis. Sehingga waktu yang diperlukan untuk mengikuti assessment, tergantung kepada kemampuan masing-masing asesinya. Akan tetapi secara umum assessor sudah dapat memprediksi waktu yang akan diperlukan untuk melaksanakan assessment terhadap asesinya, berdasarkan pra assessment dan assessment mandiri yang telah dilakukan
Pra Assessment
LSP yang baik, akan menjalankan semua prosedur assessment dengan benar, sesuai dengan apa yang sudah diatur dan ditetapkan oleh BNSP. Diantaranya adalah dengan melakukan “Pre Assessment”. Hal yang paling penting dalam pre assessment adalah memberitahukan kepada calon asesinya, tentang standar kompetensi, bahkan juga memberitahu rincian pekerjaan yang akan di assess, agar si asesi memahami benar assessment apa yang akan diikutinya. Sehingga pada waktu mendaftarkan diri untuk di assess, si asesi sudah dapat memastikan diri, apakah yang bersangkutan dapat mengikuti assessment tersebut atau tidak. Pra assessment menjadi filter bagi LSP-ATDA, karena assessment tidak akan dilanjutkan kepada mereka yang tidak menguasai bidangnya atau tingkat kompetensinya, termasuk juga kesiapan mentalnya.
Assessment Mandiri
Salah satu tahapan yang harus dilalui dalam proses assessment, adalah assessment mandiri atau self assessment. Dimana assessment mandiri adalah menilai kemampuan diri sendiri. Dengan melakukan penilaian diri sendiri dengan jujur, asesi akan mengetahui apakah dirinya mampu untuk melanjutkan assessment tersebut. Bahkan, baik asesinya maupun assessornya, sudah dapat melihat kemungkinan hasil assessment, kompeten atau tidaknya. Sehingga pada waktu assessment, asesi sudah mempersiapkan mentalnya, karena sudah mengetahui kemampuan dirinya berada dilevel komptensi yang mana.
( SF-web 01-02/2012 )