Oleh : Sjachrul Firdaus/Direktur Eksekutif ASTINDO
Lembaga pendidikan vocational pariwisata sering menghadapi kesulitan untuk mendapat tenaga pengajar dari DUDI ( Dunia Usaha Dunia Industry) yang benar-benar kompeten di bidangnya. Banyak diantara para pengajar DUDI tersebut pengakuan kompetensinya tidak didukung oleh suatu dokumen resmi dari industry nya, namun hanya karena pengakuan informal dari beberapa orang saja, bahkan ada yang medeklarasikan diri sendiri.
Ada teori yang mengatakan bahwa seseorang yang mengerjakan pekerjaan sama berulang-ulang akan menjadi lebih pandai. Akan tetapi apabila mengerjakannya tidak sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP), yang bersangkutan hanya menguasai rutinitas saja, dan bukan kompetensinya, apalagi yang hanya secara kebetulan saja dapat mengetahui pekerjaan tersebut sekalipun berulang-ulang. Oleh karena itu pengalaman kerja hingga puluhan tahun, bukan jaminan kompeten, apabila tidak ada pengakuan resmi dari industry atau profesinya.
Apapun profesinya, dan tidak harus dibidang pariwisata saja, serta bukan hanya karena memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) saja, setiap keahlian ataupun kompetensi seseorang, idealnya perlu diberikan suatu pengakuan resmi. Di Indonesia pengakuan resmi terhadap suatu kompetensi profesi seseorang, ditandai dengan memiliki Sertifikat Kompetensi yang dikeluarkan oleh BNSP ( Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi profesi, melalui proses uji kompetensi yang dilaksanakan oleh LSP ( Lembaga Sertifikasi Profesi) yang mendapat lisensi dari BNSP.
Melalui sertifikat kompetensi BNSP, semua penyandangnya akan mendapat pengakuan keahlian berupa kompetensi yang tertera pada sertifikatnya, sesuai dengan skema dan standar kompetensi industry/profesi yang disetujui oleh industrinya dan Kementerian Tenaga Kerja. Bagi pekerja yang sudah memiliki sertifikat kompetensi, menjadi suatu jaminan penilaian dari perusahaan, maupun dari pihak luar terhadap kemampuan kompetensinya. Bagi calon karyawan dan lulusan dari lembaga pendidikan, menjadi jaminan penilaian kompetensi pada waktu rekreutmen.
Assessor adalah penguji yang telah memiliki sertifikat kompetensi sebagai penguji, yang memahami metode pengujian. Tidak berarti bahwa semua assessor dari setiap industry adalah assessor kompetensi yang dapat menguji setiap skema yang berlaku di industrinya. Untuk menjadi assessor kompetensi industry, harus memiliki sertifikat kompetensi profesi pada industrinya.
Sertifikat kompetensi dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-masing, atau berdasarkan kepentingan pengguna. Oleh karena itu, idealnya sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, sebaiknya mensertifikasi diri sesuai dengan kemampuan masing-masing di bidangnya.
SF 02-5/2016